Aliran Sastra
Istilah-istilah naturalis,
materialis, dan idealis, adalah istilah-istilah yang digunakan di kalangan ilmu filsafat sebagai
suatu paham, pandangan, atau falsafah hidup yang akhirnya di kalangan ilmu
sastra merupakan aliran yang dianut seseorang dalam menghasilkan karyanya.
Aliran dalam karya sastra biasanya terlihat pada periode tertentu. Setiap
periode sastra biasanya ditandai oleh aliran yang dianut para pengarang pada
masa itu. Bahkan unsur aliran yang menjadi mode
pada periode tertentu merupakan ciri khas karya sastra yang berada pada masa
tersebut.
Masalah
aliran sebagai pokok pandangan hidup, berangkat
dari paham yang dikemukakan para filosof dalam menghadapi kehidupan alam
semesta ini. Tafsiran yang mula-mula diberikan oleh manusia terhadap alam ini
ada dua macam, yaitu supernatural dan natural. Penganut paham-paham tersebut dinamakan supernaturalisme dan naturalisme.
Paham supernatural mengemukakan bahwa di dalam alam ini terdapat wujud-wujud
yang bersifat gaib yang bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa daripada alam
nyata yang mengatur kehidupan alam sehingga menjadi alam yang ditempati
sekarang ini. Kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan
yang paling tua usianya dalam sejarah perkembangan kebudayaan manusia yang
berpangkal pada paham supernaturalisme dan masih dianut oleh beberapa
masyarakat di muka bumi ini.
Sebagai lawan
dari paham supernatural adalah naturalisme yang menolak paham
supernatural. Paham ini mengemukakan bahwa gejala-gejala alam yang terlihat ini
terjadi karena kekuatan yang terdapat di dalam alam itu sendiri yang dapat
dipelajari dan dengan demikian dapat diketahui. Paham ini juga mengemukakan
bahwa dunia sama sekali bergantung pada materi, kebendaan, dan gerak. Kenyataan
pokok dalam kehidupan dan akhir kehidupan adalah materi, atau kebendaan. Pada bidang
seni terdapat pula kedua aliran besar tersebut dengan karakteristik yang
berbeda, yaitu aliran idealisme dan materialisme.
Idealisme adalah aliran yang menilai tinggi angan-angan (idea) dan cita-cita
(ideal) sebagai hasil perasaan daripada dunia nyata. Aliran ini pada awalnya
dikemukakan oleh Socrates (469-399 sM.) yang dilanjutkan oleh muridnya yang
bernama Plato (427-347 sM.). Dalam bidang seni rupa pelukis yang beraliran
idealisme cenderung lebih suka mewujudkan benda-benda sebaik mungkin daripada
apa adanya. Dalam ilmu kesusilaan idealisme mengandung pandangan hidup di mana
rohani mewujudkan kekuatan yang berkuasa dan menjelaskan bahwa semua benda di
dalam alam dan pengalaman adalah perwujudan pikiran, pandangan yang nyata.
Lawan aliran
idealisme adalah aliran materialisme. Aliran ini mengemukakan bahwa
dunia sama sekali bergantung pada materi dan gerak. Ajaran ini sudah
dikemukakan oleh Democrates pada abad ke-4 sM, yang mengatakan bahwa semua
kejadian yang gaib, dan ajaib di alam ini digerakkan oleh atom dan keluasan
geraknya. Tidak ada kekuatan gaib yang bersifat supernatural yang mengatur
kehidupan ini. Di dalam
bidang seni, seni rupa dan seni pahat, aliran materialisme atau naturalisme ini
disebut juga dengan aliran realisme, yaitu bentuk lukisan yang diciptakan
menurut keadaan alam yang sebenarnya yang berdasarkan atas faktor-faktor
perspektif, proporsi, warna, sinar, dan bayangan. Sedangkan di dalam seni
sastra aliran materialisme atau naturalisme ini merupakan kelanjutan dari
aliran realisme.
Aliran-aliran yang terdapat di dalam karya sastra
tidak dapat di- “cap”-kan sepenuhnya kepada seorang pengarang. Sutan Takdir
Alisyahbana, misalnya dalam karyanya ia idealis tetapi juga romantis, sehingga
ia juga dikenal sebagai seorang yang beraliran romantis-idealis. Dalam aliran idealisme terdapat aliran romantisme, simbolisme,
ekspresionisme, mistisisme, dan surealisme. Sedangkan yang termasuk ke
dalam aliran materialisme ialah aliran
realisme, naturalisme, impresionisme, serta determinisme. Aliran lain yang
berpandangan ke arah manusia sebagai pribadi yang unik dikenal sebagai aliran eksistensialisme.
Aliran idealisme adalah aliran di dalam
filsafat yang mengemukakan bahwa dunia ide,dunia cita-cita, dunia harapan
adalah dunia utama yang dituju dalam pemikiran manusia. Dalam dunia sastra,
idealisme berarti aliran yang menggambarkan dunia yang dicita-citakan, dunia
yang diangan-angankan, dan dunia harapan yang masih abstrak yang jauh jangka
waktu pencapaiannya. Di dalamnya digambarkan keindahan hidup yang ideal, yang
menyenangkan, penuh kedamaian, kebahagiaan, ketenteraman, adil makmur dan segala
sesuatu yang menggambarkan dunia harapan yang sesuai dengan tuntutan batin yang
menyenangkan yang tidak lagi adanya keganasan, kecemasan, kemiskinan,
penindasan, ketidakadilan, keterbelakangan, yang menyusahkan dan menyengsarakan
batin. Sastrawan Indonesia yang dikenal sebagai seorang yang idealis baik di
dalam novel maupun puisinya ialah Sutan Takdir Alisyahbana.
Aliran romantisme ini menekankan kepada ungkapan
perasaan sebagai dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca
tersentuh emosinya setelah membaca ungkapan perasaannya. Untuk mewujudkan
pemikirannya, pengarang menggunakan bentuk pengungkapan yang seindah-indahnya
dan sesempurna-sempurnanya. Aliran romantisme biasanya dikaitkan dengan masalah
cinta karena masalah cinta memang membangkitkan emosi. Tetapi anggapan demikian
tidaklah selamanya benar.
Simbolisme adalah aliran kesusastraan
yang penyajian tokoh-tokohnya bukan manusia melainkan binatang, atau
benda-benda lainnya seperti tumbuh-tumbuhan yang disimbolkan sebagai perilaku
manusia. Binatang-binatang atau tumbuh-tumbuhan diperlakukan sebagai manusia
yang dapat bertindak, berbicara, berkomunikasi, berpikir, berpendapat
sebagaimana halnya manusia. Kehadiran karya sastra yang beraliran simbolisme
ini biasanya ditentukan oleh situasi yang tidak mendukung pencerita atau
pengarang berbicara. Pada masyarakat lama, misalnya di mana kebebasan berbicara
dibatasi oleh aturan etika moral yang mengikat kebersamaan dalam kelompok
masyarakat, pandangan dan pendapat mereka disalurkan melalui bentuk-bentuk peribahasa
atau fabel.
Aliran ekspresionisme adalah aliran dalam karya
seni, yang mementingkan curahan batin atau curahan jiwa dan tidak mementingkan
peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang nyata. Ekspresi batin yang
keras dan meledak-ledak. biasa dianggap sebagai pernyataan atau sikap
pengarang. Aliran ini mula-mula berkembang di Jerman sebelum Perang Dunia I,
Pengarang Indonesia yang dianggap ekspresionis ialah Chairil Anwar.
Mistisisme adalah aliran dalam
kesusastraan yang mengacu pada pemikiran mistik, yaitu pemikiran yang
berdasarkan kepercayaan kepada Zat Tuhan Yang Maha Esa, yang meliputi segala
hal di alam ini. Karya sastra yang beraliran mistisisme ini memperlihatkan
karya yang mencari penyatuan diri dengan Zat Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tuhan
Semesta Alam. Pada masa kesusastraan Klasik dikenal Raja Ali Haji dengan
Gurindam Dua Belas-nya yang sarat dengan ajaran mistik. Pada karya-karya sastra
sekarang ini yang memperlihatkan aliran mistik, misalnya Abdul Hadi W.M.,
Danarto, dan Rifai Ali.
Surealisme adalah aliran di dalam
kesusastraan yang banyak melukiskan kehidupan dan pembicaraan alam bawah sadar,
alam mimpi. Segala peristiwa yang dilukiskan terjadi dalam waktu yang bersamaan
dan serentak. Aliran ini dipengaruhi oleh Sigmund Freud (1856-1939) ahli
psikiatri Austria yang dikenal dengan psikoanalisisnya terhadap gejala histeria
yang dialami manusia. Dia berpendapat bahwa gejala histeria traumatik yang
dialami seseorang dapat disembuhkan melalui analisis kejiwaan yang dilakukan
dengan kondisi kesadaran pasien, bukan dengan cara menghipnotis sebagaimana
yang dilakukan oleh rekannya Breuer. Menurut Freud emosi yang terpendam itu
bersifat seksual. Perbuatan manusia digerakkan oleh libido, nafsu seksual yang
asli. Dengan menggali bawah sadar manusia, ia akan dapat dikembalikan kepada
kondisinya semula.
Realisme adalah aliran dalam karya
sastra yang berusaha melukiskan suatu objek seperti apa adanya Pengarang
berperan secara objektif. Dalam keobjektifanlah ia melihat keindahan objek yang
dibidiknya dan dihasilkan di dalam karya sastra. Pengarang tidak memasukkan
ide, pikiran, tanggapan dalam menghadapi objeknya. Gustaf Flaubert seorang
pengarang realisme Perancis mengemukakan bahwa objektivitas pengarang sangat
diperlukan dalam menghasilkan karyanya. Objek yang dibidik pengarang sebagai
objek ceritanya tidak hanya manusia dengan beragam karakternya, ia juga dapat
berupa binatang, alam, tumbuh-tumbuhan, dan objek lainnya yang berkesan bagi
pengarang sebagai sumber inspirasinya.
Impresionisme berarti aliran dalam bidang
seni sastra, seni lukis, seni musik yang lebih mengutamakan kesan tentang suatu
objek yang diamati dari pada wujud objek itu sendiri. Di bidang seni lukis,
aliran ini bermula di Perancis pada akhir abad ke-l9.. Di dalam seni sastra
aliran impresionisme tidak berbeda dengan aliran realisme, hanya pada
impresionisme yang dipentingkan adalah kesan yang diperoleh tentang objek yang
diamati penulis. Selanjutnya, kesan awal yang diperoleh pengarang diolah dan
dideskripsikan menjadi visi pengarang yang sesuai dengan situasi dan kondisi
tertentu.
Karya sastra yang beraliran impresionisme pada
umumnya terdapat pada masa angkatan Pujangga Baru, masa Jepang, yang pada masa
itu kebebasan berekspresi tentang cita-cita, harapan, ide belum dapat
disalurkan secara terbuka. Semua idealisme disalurkan melalui bentuk yang halus
yang maknanya terselubung. Pengarang Indonesia yang karyanya bersifat impresif
antara lain ialah Sanusi Pane, dengan puisi-puisinya Candi, Teratai, Sungai, Abdul
Hadi W.M., dan W.S Rendra.
Aliran naturalisme adalah aliran yang
mengemukakan bahwa fenomena alam yang nyata ini terjadi karena kekuatan alam
itu sendiri yang berinteraksi sesamanya. Kebenaran penciptaan alam ini
bersumber pada kekuatan alam (natura). Di dalam seni lukis aliran naturalisme
ini dimaksudkan sebagai karya seni yang menampilkan keadaan alam apa adanya,
berdasarkan faktor perspektif, proporsi sinar, dan bayangan. Di dalam karya
sastra aliran naturalisme adalah aliran yang juga menampilkan peristiwa
sebagaimana adanya. Karena itu ia tidak jauh berbeda dengan realisme. Hanya
saja, kalau realisme menampilkan objek apa adanya yang mengarah kepada kesan
positif, kesan yang menyenangkan, sedangkan naturalisme
sebaliknya.
Dalam kesusastraan Barat, yang dikenal sebagai
tokoh naturalis ialah Emil Zola (1840-1902) pengarang Perancis. Dalam karyanya
gambaran kemesuman, pornografi digambarkan apa adanya. Aliran seni untuk seni
(l’art pour art’) melatarbelakangi pandangannya dalam berkarya. Di Indonesia
pengarang yang karyanya cenderung beraliran naturalisme adalah Armijn Pane
dengan novel Belenggu-nya, Motinggo Busye pada awal-awal novelnya tahun 60-an
dan 70-an bahkan memperlihatkan novel yang dikategorikan pornografis. Novel
Saman (l998) karya Ayu Utami juga memperlihatkan kecenderungan ke arah
naturalis.
Determinisme ialah aliran dalam
kesusastraan yang merupakan cabang dari naturalisme yang menekankan kepada
takdir sebagai bagian dari kehidupan manusia yang ditentukan oleh unsur biologis
dan lingkungan. Takdir yang dialami manusia bukanlah takdir yang ditentukan
oleh yang Mahakuasa melainkan takdir yang datang menimpa nasib seseorang karena
faktor keturunan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Di samping aliran-aliran yang ada sebelumnya, terdapat pula aliran kesusastraan yang berkembang
akhir-akhir ini, yaitu aliran eksistensialisme. Aliran ini adalah aliran
di dalam filsafat yang muncul dari rasa ketidakpuasan terhadap dikotomi aliran idealisme dan aliran materialisme dalam memaknai
kehidupan ini. Aliran idealisme yang hanya mementingkan ide sebagai sumber
kebenaran kehidupan dan materialisme yang menganggap materi sebagai sumber
kebenaran kehidupan, mengabaikan manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai
keberadaan sendiri yang tidak sama dengan makhluk lainnya. Idealisme melihat
manusia hanya sebagai subjek, hanya sebagai kesadaran, sedangkan materialisme
melihat manusia hanya sebagai objek. Materialisme lupa bahwa sesuatu di dunia
ini disebut objek karena adanya subjek. Eksistensialisme ingin mencari
jalan ke luar dari kedua pemikiran yang dianggap ekstrem itu yang berpikiran
bahwa manusia di samping ia sebagai subjek ia pun juga sekaligus sebagai objek
dalam kehidupan ini (Ahmad Tafsir,1994 hal 193).
Kata
eksistensi berasal dari kata exist,
bahasa Latin yang diturunkan dari kata “ex” yang berarti ke luar dan “sistere” berarti berdiri. Jadi eksistensi berarti berdiri dengan ke luar dari
diri sendiri. Pikiran seperti ini dalam bahasa Jerman dikenal dengan dasei.
Dengan ia ke luar dari dirinya, manusia menyadari keberadaan dirinya, ia berada
sebagai aku atau sebagai pribadi yang menghadapi dunia dan mengerti apa yang
dihadapinya dan bagaimana menghadapinya. Dalam menyadari keberadaannya, manusia
selalu memperbaiki, atau membangun dirinya, ia tidak pernah selesai dalam
membangun dirinya.
Filsuf yang
pertama mengemukakan eksistensi manusia ialah Soren Aabye Kierkegaard
(1813-1855) dari Denmark, kemudian Jean Paul Satre (1905-1980) filsuf Perancis
yang menyebabkan eksistensialisme menjadi terkenal. Menurut Satre karena
manusia menyadari bahwa dia ada, yang berarti manusia menyadari pula bahwa ia
menghadapi masa depan. Karenanya manusia sebagai individu mempunyai tanggung
jawab terhadap masa depan dirinya sendiri dan tanggung jawab terhadap manusia
secara keseluruhan. Akibatnya, orang eksistensialisme berpendapat bahwa salah
satu watak keberadaan manusia adalah rasa takut yang datang dari kesadaran
tentang wujudnya di dunia ini. Sebagai manusia yang mempunyai tanggung jawab
terhadap dirinya sendiri dan terhadap manusia lainnya di dunia ini, mereka
bebas menentukan, bebas memutuskan dan sendiri pula memikul akibat keputusannya
tanpa ada orang lain atau sesuatu yang bersamanya. Dari konsepnya ini timbul
pemikiran bahwa nasib manusia ditentukan oleh dirinya sendiri dengan tidak
bantuan sedikit pun dari yang lain. Akibatnya, manusia selalu hidup dalam rasa
sunyi, cemas, putus asa, dan takut serta selalu dipenuhi bayangan harapan yang
tak pernah terwujud dan berakhir. Karena dasar
eksistensialisme ini adalah ide tentang keberadaan manusia, maka aliran ini
tidak mementingkan gaya bahasa yang khas yang mencerminkan aliran tertentu,
melainkan menekankan kepada pandangan pengarang terhadap kehidupan dan keberadaan
manusia. Dalam perkembangannya, aliran eksistensialisme berkembang menjadi dua
jalur, yaitu eksistensialisme yang ateistis dan eksistensialisme yang theistis.
Eksistensialisme yang ateistis dikembangkan oleh Jean Paul Sartre dan
eksistensialisme yang theistis dikembangkan oleh Gabriel Marcel. Dia menyatakan
dengan tegas bahwa semua eksistensi adalah kenyataan karena adanya Tuhan.
Manusia tidak mungkin ada kalau tidak ada Tuhan yang menciptakannya, dan
konkretisasi alam dunia ini merupakan bukti nyata dari keberadaan Tuhan Yang
Maha Kuasa. Oleh karena itu, keberadaan manusia di alam ini harus kembali ke
jalan Tuhan dan mewujudkan pujian kepada Tuhan.
Di dalam
kesusastraan Indonesia, eksistensialisme ini terlihat
pada novel-novel karya Iwan Simatupang, seperti Ziarah, Merahnya Merah, dan
Kering, Dalam karyanya, Iwan Simatupang memperlihatkan manusia sebagai tamu di
dunia ini. Sebagai tamu, ia datang, dan pergi lagi. Manusia gelisah, tidak
punya rumah, selalu berada dalam perjalanan dan berlangitkan relativisme-relativisme.
Komentar
Posting Komentar